Senin, 18 Februari 2013

jamur oncom ( MONILIA SITOPHILA )

Monilia sitophila

Dikenal pula dengan nama ilmiahnya Neurospora sitophila (dahulu Monilia sitophila).  Nama Neurospora berasal dari kata neuron (= sel saraf), karena guratan-guratan pada sporanya menyerupai bentuk akson.   Jamur oncom termasuk dalam kelompok kapang (jamur berbentuk filamen).  Sebelum diketahui perkembangbiakan secara seksualnya, jamur oncom masuk ke dalam kelompok Deuteromycota, tetapi setelah diketahui fase seksualnya (teleomorph), yaitu dengan pembentukan askus, maka jamur oncom masuk ke dalam golongan Ascomycota.

Secara umum klasifikasi Jamur oncom, sebagai berikut:

Kingdom: Fungi
Phylum: Ascomycota
Subphylum: Pezizomycotina
Class: Ascomycetes
Order: Sordariales
Family: Sordariaceae
Genus: Neurospora
Jamur N. crassa dikenal pula sebagai kontaminan, terutama di dalam laboratorium. Sebagai contoh tinggalkanlah sebonggol jagung rebus yang sudah dimakan tentunya (biar tidak rugi he .. he.. he..).   Biarkanlah di tempat terbuka (tidak terkena sinar matahari secara langsung) selama 2 – 3 hari, apakah yang kamu temukan …..
Bonggol jagung tersebut pada umumnya akan terkontaminasi oleh jamur oncom, sehingga warnanya menjadi jingga.  Di luar labortorium N. crassa juga terkenal sebagai kontaminan bagi pabrik pengolahan makanan seperti bakeri (roti), karena dapat menimbulkan kerusakan pada produk yang dihasilkan.
Kapang dari genus Neurospora telah lama diketahui dan telah dipelajari sejak 1843.  species N. crassa telah banyak digunakan di dalam penelitian laboratorium sejak 1941.  Pertumbuhan jamur ini yang sangat pesat, warna jingganya yang khas, serta bentuk spora (konidia) yang berbentuk seperti tepung merupakan ciri-ciri khas kapang ini.
Di negara subtropis dan  tropis, makanan fermentasi dari kapang  telah banyak ditemukan di negara-negara Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.  Rhizopus, Amylomyces, Mucor, Monascus dan Neurospora telah berperan sebagai mikoflora. Dalam kehidupan sehari-hari kapang Neurospora telah memegang peranan penting terutama dalam pengolahan makanan  fermentasi.  Kapang Neurospora telah dimanfaatkan untuk membuat oncom yang sangat populer bagi masyarakat Jawa Barat.  Di Brazil, Neurospora telah digunakan dalam proses pengolahan singkong menjadi minuman fermentasi.  Menurut Pandey, A. 2004, dalam Concise encyclopedia of bioresource technology, penerbit The Haworth Press:  Beberapa strain dari Neurospora crassa, dapat mengkonversi selulosa dan hemiselulosa menjadi ethanol.



biakan (culture) Neurospora crassa dalam cawan petri
 

 bentuk dari spora Neurospora (perhatikan guratan-guratan di permukaan spora tsb.)

 Bentuk askospora dari N. crassa

 Foto mikroskopik Neurospora crassa dengan SEM dari spora yang telah berkecambah

SIKLUS HIDUP NYA
jamur oncom adalah Neurospora sitophila merupakan jenis jamur yang tergolong ke dalam Filum Ascomycota. perkembangbiakan secara seksual dengan pembentukan ascosporangia.
1)Mula-mula Hifa berbeda jenis saling berdekatan.
2)Hifa betina akan membentuk Askogonium dan hifa jantan akan membentuk Anteridium, masing-masing berinti haploid.
3)Dari askogonium akan tumbuh Trikogin yaitu saluran yang menghubungkan askogonium dan anteridium.
4)Melalui trikogin anteridium pindah dan masuk ke askogonium sehingga terjadi plasmogami.
5)Askogonium tumbuh membentuk sejumlah hifa askogonium yang dikarion. Pertumbuhan terjadi karena pembelahan mitosis antara inti-inti tetapi tetap berpasangan.
6)Pada ascomycota yang memiliki badan buah, kumpulan hifa askogonium yang dikariotik ini membentuk jalinan kompak yang disebut Askokarp. Ujung-ujung hifa pada askokarp membentuk askus dengan inti haploid dikariotik.
7)Di dalam askus terjadi kariogami menghasilkan inti diploid.
8)Di dalam askus terdapat 8 buah spora. Spora terbentuk di dalam askus sehingga disebut sporaaskus. Spora askus dapat tersebar oleh angin. Jika jatuh di tempat yang sesuai, spora askus akan tumbuh menjadi benang hifa yang baru.
sedangkan perkembangbiakan secara aseksual dengan pembentukan konidia.



Sabtu, 09 Februari 2013

UROBILINOGEN URINE DAN FECES


 UROBILINOGEN

 

DALAM URINE

Empedu, yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sejumlah besar urobilinogen berkurang di faeses, sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah; di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu, dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin.

Ekskresi urobilinogen ke dalam urine kira-kira 1-4 mg/24jam. Ekskresi mencapai kadar puncak antara jam 14.00 – 16.00, oleh karena itu dianjurkan pengambilan sampel dilakukan pada jam-jam tersebut.

Prosedur

  1. Spesimen urin sewaktu

Urine harus dalam keadaan masih segar dan harus segera diperiksa. Uji dapat dilakukan sebagai bagian dari analisis urin rutin, menggunakan strip reagen (dipstick) atau pereaksi Erlich. Celupkan strip reagen ke dalam urin, tunggu 30 detik. Amati perubahan warna dan bandingkan dengan bagan warna. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual.

  1. Spesimen urin 2 jam

Kumpulkan specimen urin di antara jam 13.00 – 15.00, atau antara jam 14.00 – 16.00, karena urobilinogen mencapai puncaknya di siang hari pada jam-jam tersebut. Urin harus disimpan dalam lemari pendingin dan tempat yang gelap; urin harus segera diperiksa dalam 30 menit karena urobilinogen dapat teroksidasi menjadi urobilin (zat oranye). Uji dapat dilakukan dengan menggunakan strip reagen (dipstick).

  1. Spesimen urin 24 jam

Kumpulkan urin 24 jam, masukkan dalam wadah besar dan simpan dalam lemari pendingin. Jika perlu tambahkan bahan pengawet. Jauhkan urin dari pajanan cahaya. Tunda pemberian obat yang dapat mempengaruhi hasil uji selama 24 jam atau sampai uji selesai dilakukan. Jika obat memang harus diberikan, cantumkan nama obat tersebut pada formulir laboratorium. Uji dilakukan dengan menggunakan strip reagen (dipstick).

Nilai Rujukan

  • Urin acak : negatif (kurang dari 2mg/dl>

  • Urin 2 jam : 0.3 – 1.0 unit Erlich

  • Urin 24 jam : 0.5 – 4.0 unit Erlich/24jam, atau 0,09 – 4,23 µmol/24 jam (satuan SI)


Masalah Klinis

Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi.
Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit.
Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.
Urobilinogen urine menurun dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang berat.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium

  1. Reaksi positif palsu

    • Pengaruh obat : fenazopiridin (Pyridium), sulfonamide, fenotiazin, asetazolamid (Diamox), kaskara, metenamin mandelat (Mandelamine), prokain, natrium bikarbonat, pemakaian pengawet formaldehid.

    • Makanan kaya karbohidrat dapat meninggikan kadar urobilinogen, oleh karena itu pemeriksaan urobilinogen dianjurkan dilakukan 4 jam setelah makan.

    • Urine yang bersifat basa kuat dapat meningkatkan kadar urobilinogen; urine yang dibiarkan setengah jam atau lebih lama akan menjadi basa.

  2. Reaksi negatif palsu

    • Pemberian antibiotika oral atau obat lain (ammonium klorida, vitamin C) yang mempengaruhi flora usus yang menyebabkan urobilinogen tidak atau kurang terbentuk dalam usus, sehingga ekskresi dalam urine juga berkurang.

    • Paparan sinar matahari langsung dapat mengoksidasi urobilinogen menjadi urobilin.

    • Urine yang bersifat asam kuat.

Urobilin atau urochrome adalah senyawa biokimia tetrapyrrole kuning linier. Urobilin dan senyawa terkait, urobilinogen, adalah degradasi produk dari siklik tetrapyrrole heme, dan terutama bertanggung jawab untuk warna kuning urin. Urobilin dihasilkan dari degradasi heme, yang pertama terdegradasi melalui biliverdin ke bilirubin. Bilirubin kemudian diekskresikan sebagai empedu, yang terdegradasi oleh mikroba hadir dalam usus besar urobilinogen, dan diserap ke dalam aliran darah, di mana ia diubah menjadi urobilin dan akhirnya diekskresikan oleh ginjal

Banyak tes urine (urine) memonitor jumlah urobilin dalam urin, sebagai tingkat yang dapat memberikan wawasan tentang efektivitas fungsi saluran kemih. Biasanya, urin akan muncul sebagai urine kuning muda atau berwarna. Kurangnya asupan air, misalnya setelah tidur atau dehidrasi, mengurangi kadar air urin, sehingga berkonsentrasi urobilin dan menghasilkan warna yang lebih gelap dari urin. Ikterus obstruktif mengurangi ekskresi empedu bilirubin, yang kemudian dikeluarkan langsung dari aliran darah ke dalam urin, urin memberikan warna gelap tapi dengan konsentrasi urobilin paradoks rendah, urobilinogen tidak ada, dan biasanya dengan kotoran Sejalan pucat. Urin gelap juga menghasilkan akibat bahan kimia lainnya, seperti berbagai komponen makanan tertelan atau obat-obatan, porfirin dalam porfiria, dan homogentisate pada pasien dengan alcaptonuria.

 

 

 

UROBILIN DALAM FECES

 

Dalam tinja normal selalu ada urobilin, hasil test ini yang merah berarti positif. Jumlah urobilin berkurang pada ikterus obstruktif, jika obstruksif itu total, hasil test menjadi berarti negatif.

Test terhadap urobilin ini  sangat inferiur jika dibandingkan dengan penetepan kuantitatif urobilinogen dalam tinja. Penetapan kuantitatif itu dapat mnejelaskan dengan angka mutlak jumlah urobilinogen yang diekskresikan/24jam sehingga bermakna dalam keadaan seperti anemia hemolitik,  ikterus obstruktif, dan ikterus hepatoseluler.

Tetapi pelaksanaan untuk tes tersebut sangat rumit dan sulit, karena itu jarang dilakukan di laboratorium. Bila masih diinginkan penilaian ekskresi urobilin dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan urobilin urin.

Jenis-jenis pemeriksaan di atas adalah gambaran singkat mengenai pemeriksaan MCU. Kesimpulan mengenai kondisi kesehatan pasien secara holistik harus dilihat dari anamnesis (wawancara) dan pemeriksaan fisik oleh dokter, serta pemeriksaan penunjang yang saling menunjang dan tidak dapat dipisahkan satu per satu.

Yang perlu diingat, batas normal pemeriksaan laboratorium dapat berbeda, tergantung dari standar laboratorium Anda. Biasanya, dokter akan melihat apakah masih dalam batas normal, apakah kurang atau lebih dari batas normal, dan berapa banyak kekurangan atau kelebihannya tersebut. Bila kadar pemeriksaan Anda tidak berada dalam batasan normal, dokter MCU akan memberikan pengarahan seputar kelainan tersebut dan akan menunjuk dokter spesialis untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Untuk pemeriksaan rutin dipakai tinja sewaktu dan sebaiknya tinja diperiksa dalam keadaan segar karena bila dibiarkan mungkin sekali unsur unsur dalam tinja menjadi rusak.

 

 

 

 

 

 

BILIRUBIN DALAM URINE DAN FECES


BILIRUBIN DALAM URINE DAN FECES

Secara normal, bilirubin tidak dijumpai di urin. Bilirubin terbentuk dari penguraian hemoglobin dan ditranspor ke hati, tempat bilirubin berkonjugasi dan diekskresi dalam bentuk empedu. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk) ini larut dalam air dan diekskresikan ke dalam urin jika terjadi peningkatan kadar di serum. Bilirubin tak terkonjugasi (bilirubin indirek) bersifat larut dalam lemak, sehingga tidak dapat diekskresikan ke dalam urin.Pengujian harus dilakukan dalam waktu 1 jam, dan urin harus dihindarkan dari pajanan sinar matahari (sinar ultraviolet) langsung agar bilirubin tidak teroksidasi menjadi biliverdin

Bilirubin ( sebelumnya disebut sebagai hematoidin ) adalah produk rincian kuning normal hemekatabolisme. Heme ditemukan dalam hemoglobin, komponen utama dari sel darah merah . Bilirubin diekskresikan dalam empedu dan urin , dan peningkatan kadar dapat mengindikasikan penyakit tertentu.Hal ini bertanggung jawab untuk warna kuning memar , warna kuning air seni (melalui produk pemecahan direduksi, urobilin ), warna coklat dari kotoran (melalui konversi kepada stercobilin ), dan perubahan warna kuning pada penyakit kuning .


Normal negatif (kurang dari 0.5mg/dl)

Masalah Klinis

Bilirubinuria (bilirubin dalam urin) mengindikasikan gangguan hati atau saluran empedu, seperti pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik. Urin yang mengadung bilirubin yang tinggi tampak berwarna kuning pekat, dan jika digoncang-goncangkan akan timbul busa.
Obat-obatan yang dapat menyebabkan bilirubinuria : Fenotiazin – klorpromazin (Thorazine), asetofenazin (Tindal), klorprotiksen (Taractan), fenazopiridin (Pyridium), klorzoksazon (Paraflex).

Bilirubin Secara Kimia :
Bilirubin terdiri dari sebuah rantai terbuka dari empat pirol -seperti cincin ( tetrapyrrole ). Dalam heme , sebaliknya, keempat cincin yang terhubung ke sebuah cincin yang lebih besar, yang disebut porfirincincin.
Bilirubin adalah sangat mirip dengan pigmen phycobilin digunakan oleh ganggang tertentu untuk menangkap energi cahaya, dan untuk pigmen fitokrom digunakan oleh tanaman untuk merasakan cahaya.Semua ini mengandung rantai terbuka empat cincin pyrrolic.
Seperti ini pigmen lainnya, beberapa ganda obligasi di bilirubin isomerize ketika terkena cahaya. Ini digunakan dalam fototerapi dari bayi kuning:. E, Z-isomer bilirubin yang terbentuk setelah terpapar cahaya lebih larut daripada, Z unilluminated Z-isomer, sebagai kemungkinan ikatan hidrogen intramolekul akan dihapus Hal ini memungkinkan ekskresi bilirubin tak terkonjugasi dalam empedu.
Beberapa buku teks dan artikel penelitian menunjukkan isomer geometris salah bilirubin. Para isomer alami adalah Z, Z-isomer.
Fungsi bilirubin :
Bilirubin dibuat oleh aktivitas reduktase biliverdin pada biliverdin , pigmen empedu hijau tetrapyrrolic yang juga merupakan produk katabolisme heme.Bilirubin, ketika teroksidasi, beralih menjadi biliverdin sekali lagi. Siklus ini, selain demonstrasi aktivitas antioksidan ampuh bilirubin, telah menyebabkan hipotesis bahwa peran utama fisiologis bilirubin adalah sebagai antioksidan seluler

Pemeriksaan bilirubin :
Pemeriksaan bilirubin dalam urin berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan bilirubin dalam suasana asam, yang menimbulkan warna biru atau ungu tua. Garam diazonium terdiri dari p-nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate, sedangkan asam yang dipakai adalah asam sulfo salisilat.
Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl urin akan memberikan basil positif dan keadaan ini menunjukkan kelainan hati atau saluran empedu. Hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urin terdapat mefenamic acid, chlorpromazine dengan kadar yang tinggi sedangkan negatif palsu dapat terjadi bila urin mengandung metabolit pyridium atau serenium.

Metabolisme bilirubin
Eritrosit secara fisiologis dapat bertahan/ berumur sekitar 120 hari, eritrosit mengalami lisis 1-2×108 setiap jamnya pada seorang dewasa dengan berat badan 70 kg, dimana diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr per hari. Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan oleh limpa. Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen asam-asam aminonya.
Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel oleh sistem enzym yang kompleks yaitu heme oksigenase yang merupakan enzym dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan jembatan α metena membentuk biliverdin, suatu tetrapirol linier.
Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-reaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon jembatan metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan direduksi oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III – IV dan membentuk pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar merupakan petunjuk reaksi degradasi ini.

Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg bilirubin. Pada orang dewasa dibentuk sekitar 250–350 mg bilirubin per hari, yang dapat berasal dari pemecahan hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan pemecahan hemprotein lainnya. Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah bentuk yang sedikit larut dalam plasma dan air. Bilirubin ini akan diikat nonkovalen dan diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25 mg bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang melebihi jumlah ini hanya terikat longgar hingga mudah lepas dan berdiffusi ke jaringan.
Bilirubin I (indirek) bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan biliverdin. Pada reptil, amfibi dan unggas hasil akhir metabolisme heme ialah biliverdin dan bukan bilirubin seperti pada mamalia. Keuntungannya adalah ternyata bilirubin merupakan suatu anti oksidan yang sangat efektif, sedangkan biliverdin tidak. Efektivitas bilirubin yang terikat pada albumin kira-kira 1/10 kali dibandingkan asam askorbat dalam perlindungan terhadap peroksida yang larut dalam air. Lebih bermakna lagi, bilirubin merupakan anti oksidan yang kuat dalam membran, bersaing dengan vitamin E.
Di hati, bilirubin I (indirek) yang terikat pada albumin diambil pada permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem transport difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan dilewati bilirubin berikutnya. Bilirubin nonpolar (I / indirek) akan menetap dalam sel jika tidak diubah menjadi bentuk larut (II / direk). Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk larut (II / direk) yang dapat diekskresikan dengan mudah ke dalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut melibatkan asam glukoronat yang dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh enzym bilirubin glukoronosiltransferase. Hati mengandung sedikitnya dua isoform enzym glukoronosiltransferase yang terdapat terutama pada retikulum endoplasma. Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap, memerlukan UDP asam glukoronat sebagai donor glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin monoglukoronida sebagai senyawa antara yang kemudian dikonversi menjadi bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap kedua.

Eksresi bilirubin larut ke dalam saluran dan kandung empedu berlangsung dengan mekanisme transport aktif yang melawan gradien konsentrasi. Dalam keadaan fisiologis, seluruh bilirubin yang diekskresikan ke kandung empedu berada dalam bentuk terkonjugasi (bilirubin II).

Masalah Klinis :
Bilirubinuria (bilirubin dalam urin) mengindikasikan gangguan hati atau saluran empedu, seperti pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik. Urin yang mengadung bilirubin yang tinggi tampak berwarna kuning pekat, dan jika digoncang-goncangkan akan timbul busa.
Obat-obatan yang dapat menyebabkan bilirubinuria : Fenotiazin – klorpromazin (Thorazine), asetofenazin (Tindal), klorprotiksen (Taractan), fenazopiridin (Pyridium), klorzoksazon (Paraflex).

Bilirubin Total, Direk
• Peningkatan Kadar : ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma,hepatitis , sirosis hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson. Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
• Penurunan Kadar : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi.

Bilirubin indirek
• Peningkatan Kadar : eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis terdekompensasi, hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin (lihat biliribin total, direk)
• Penurunan Kadar : pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk)

Penyebab Warna Feces Yang Normal

Warna feces normalnya disebabkan oleh kehadiran dari empedu, terutama, bilirubin dalam empedu. Bilirubin dibentuk dari hemoglobin setelah hemoglobin dilepas dari sel-sel darah merah sewaktu penghancuran mereka, bagian dari proses yang normal dari penggantian sel-sel darah merah dalam darah. Hemoglobin yang dilepaskan di modifikasi secara kimia dan dikelaurkan dari tubuh oleh hati. Di dalam hati hemoglobin yang dirubah secara kimia (disebut bilirubin) dilekatkan pada kimia-kimia lain dan dikeluarkan dari sel-sel hati kedalam empedu. Tergantung pada konsentrasi dari bilirubin, empedu dapat bervariasi dari hampir hitam ke kuning muda dalam warnanya.

Perubahan-Perubahan Pada Bilirubin Mempengaruhi Warna Feces

Empedu berjalan melalui saluran-saluran empedu (dan kantong empedu) dan kedalam usus-usus. Ketik bilirubin berjalan melalui usus-usus, beberapa darinya menjalani perubahan-perubahan kimia lebih jauh, dan beberapa dari perubahan-perubahan ini dapat mempunyai pengaruh pada warna dari feces. Perubahan-perubahan ini tergantung terutama pada kecepatan dengannya isi-isi usus melintasi usus-usu Acute isi-isi usus berjalan PADA kecepatan normal, feces adalah coklat sampai coklat Terang Tua. Acute isi-isi usus berjalan Jika isi usus perjalanan lebih cepat perubahan kimia, untuk bilirubin - dan / atau kurangnya mereka - dapat mengubah tinja hijau. Hal ini tidak dengan sendirinya perubahan warna yang penting. Jika tidak ada bilirubin (empedu) dalam tinja, tinja adalah, abu-abu tanah liat seperti warna, perubahan penting dalam warna karena menunjukkan bahwa aliran empedu ke dalam usus diblokir. Penyebab paling umum dari penyumbatan adalah tumor pada saluran empedu atau pankreas.

Minggu, 03 Februari 2013

Legenda Cemani

Cemani adalah desa di kecamatan Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia.
Dari nama tempat inilah diambil sejenis ayam ras unggul, ayam Cemani, yang keseluruhan bulu dan kulitnya berwarna hitam. Daerah ini memang menjadi tempat pemurnian ayam yang sering kali dipakai sebagai komponen dalam ritual perdukunan.tapi ayam cemani berasal asli dari lereng sumbing temanggung.
Di desa ini pula terletak Pondok Pesantren Al Mu'min (terkenal dengan nama kampung tempatnya berlokasi di Ngruki) yang didirikan oleh Abu Bakar Ba'asyir.

Hematologi Klinik


Deskripsi
:
Pemeriksaan hematokrit menggambarkan perbandingan persentase antara sel darah merah, sel darah putih dan trombosit terhadap volume seluruh darah atau konsentrasi (%) eritrosit dalam 100mL/dL keselurahan darah. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan eritrosit.
Manfaat Pemeriksaan
:
Semakin tinggi persentase hematokrit berarti konsentrasi darah semakin kental, dan diperkirakan banyak plasma darah yang keluar dari pembuluh darah hingga berlanjut pada kondisi syok hipovolemik. Penurunan hematokrit terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut, anemia, leukemia, dan kondisi lainnya.
Persyaratan & Jenis Sampel
:
Darah EDTA ( bisa darah vena atau darah kapiler )
Stabilitas Sampel
:
Suhu amar : < 4 jam setelah pengambilan darah






metode
:
Mikro
Nilai Rujukan
:
Perempuan : 35-47 %, laki-laki : 40-52 %




Pengertian Hematokrit
Hematokrit adalah persentase volume seluruh SDM yang ada dalam darah yang diambil dalam volume tertentu. Untuk tujuan ini, darah diambil dengan semprit dalam suatu volume yang telah ditetapkan dan dipindahkan kedalam suatu tabung khusus berskala hematokrit. Untuk pengukuran hematokrit ini darah tidak boleh dibiarkan menggumpal sehingga harus diberi anti koagulan. Setelah tabung tersebut disentrifus dengan kecepatan dan waktu tertentu, maka SDM akan mengendap. Dari skala Hematokrit yang tertulis di dinding tabung dapat dibaca berapa besar bagian volume darah seluruhnya. Nilai hematokrit yang disepakati normal pada laki – laki dewasa sehat ialah 45% sedangkan untuk wanita dewasa adalah 41%.Pada umumnya, penetapan salah satu dari tiga nilai ini sudah memberikan gambaran umum, apakah konsentrasi SDM seseorang cukup atau tidak. Akan tetapi, bila terjadi anemia kerap kali juga diperlukan informasi lebih lanjut, bagaimana konsentrasi rata-rata hemoglobin / SDM. Volume SDM diperoleh dari membagi hematokrit ( mL/L darah ) dibagi dengan jumlah SDM ( juta/ml darah ). Satuan yang digunakan adalah fL dan nilainya berkisar antara 80 – 94 fL,rata-rata 87 fL konsentrasi Hb/SDM diperoleh dengan membagi konsentrasi hemoglobin / SDM. Hasilnya dinyatakan dengan satuan pg ( pikogram, 1pg = 10-12g ), pada orang dewasa sehat nilai ini berkisar antara 27 – 32 pg dengan rata-rata sebesar 29,5 pg.Nilai hematokrit adalah volume semua eritrosit dalam 100 ml darah dan disebut dengan % dari volume darah itu. Biasanya nilai itu ditentukan dengan darah vena / kapiler.
Penyakit yang ditimbulkan
Jika hematokrit meningkat disebut : hemokonsentrasi
Contohnya : DBD
Jika hematokrit menurun disebut : hemodilusi
Sumber – sumber kesalahan dalam penetapan nilai hematokrit
1. Bila memaki darah kapiler tetesan darah pertama harus dibuang karena mengandung cairan intrastitial.
2. Bahan pemeriksaan yang ditunda lebih dari 6 – 8 jam akan meningkatkan hematokrit.
3. Bahan pemeriksaan tidak dicampur hingga homogen sebelum pemeriksaan dilakukan.
4. Darah yang diperiksa tidak boleh mengandung bekuan.
5. Didaerah beriklim tropis, tabung kapiler yang mengandung heparin cepat rusak karena itu harus disimpan dilemari es.
6. Kecepatan dan lama pemusingan harus sesuai
7. Konsentrasi antikoagulan yang digunakan tidak sesuai
8. Pembacaan yang salah. fenikol ( Kee JL,1997 )
9. Obat – obatan yang dapat menurunkan hasil hematokrit, seperti : penicilin, kloram.
Penetepan nilai Hematokrit cara manual
Prinsip pemeriksaan hematokrit cara manual yaitu darah yang mengandung antikoagulan disentrifuse dan total sel darah merah dapat dinyatakan sebagai persen atau pecahan desimal (Simmons A, 1989).Penetapan nilai hematokrit cara manual dapat dilakukan dengan metode makrohematokrit atau metode mikrohetokrit. Pada cara makrohematokrit digunakan tabung Wintrobe yang mempunyai diameter dalam 2,5 – 3 mm,panjang 110 mm dengan skala interval 1 mm sepanjang 100 mm dan volumenya ialah 1 ml. pada cara mikrohematokrit digunakan tabung kapiler yang panjangnya 75 mm dan diameter dalam 1 mm, tabung ini ada dua jenis, ada yang dilapisi antikoagulan Na2EDTA atau heparin dibagian dalamnya dan ada yang tanpa koagulan. Tabung kapiler dengan anti koagulan dipakai bila menggunakan darah tanpa anti koagulan seperti darah kapiler, sedangkan tabung kapiler dengan antikoagulan dipakai bila menggunakan darah dengan anti koagulan seperti darah vena (Wirawan,dkk 2000).Metode mikrohematokrit mempunyai keunggulan lebih cepat dan sederhana. Metode mikrohematokrit proporsi plasma dan eritrosit (nilai hematokrit) dengan alat pembaca skala hematokrit
Penetapan nilai Hematokrit cara otomatikPada umumnya laboratorium sekarang menggunakan metode otomatik untuk menghitung jumlah darah lengkap, dat rutin biasanya didapat meliputi Ht, Hb, jumlah volume eritrosit rata-rata (VER), hemoglobin rata-rata (HER) dan konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER). Persamaan-persamaan berikut menjelaskan hubungan antara data-data tersebut : VER = Ht – jumlah eritrosit (dalam mikrometerkubik, atau fentoliter, FI). HER = Hb + jumlah eritrosit (dalam pikogram, pg), KHER = Hb – Ht (dalam gram / 100 ml RBC, g / dl eritrosit atau %).
Hematokrit diukur dari volume sel rata-rata dan hitung sel darah merah. Nilai normal hematokrit (Ht) sangat bervariasi menurut masing-masing laboratorium dan metode pemeriksaan Bayi baru lahir : Hematokrit (%) 44-65
Anak (1-3 tahun) : Hematokrit (%) 29-40
Anak (4-10 tahun) : Hematokrit (%) 31-43
Pria dewasa : Hematokrit (%) 40-50
Wanita dewasa: Hematokrit (%) 36-46
Masalah-masalah Klinis yang mempengaruhi tinggi atau turunnya hasil hematokrit
Penurunan kadar hematokrit dapat terjadi pada beberapa kondisi tubuh, seperti anemia kehilangan darah akut, leukemia, kehamilan,malnutrisi,gagal ginjal. Sedangkan peningkatan kadar dapat terjadi pada beberapa kondisi : dehidrasi, diare berat, luka baker, pembedehan (Kee JL,1997)Pemeriksaan hematokrit merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium dalam mendiagnosa penyakit demam berdarah, dimana pada kasus tersebut terjadi penurunan kadar trombosit (trombositopeumia) secara derastis sampai dibawah 100.00 / mm3 yang diikuti dengan peningkatan kadar hematokrit 20 % atau lebih yang menunjukkan terjadi perembesan plasma atau lebih, dianggap menjadi bukti definitive adanya peningkatan permiabelitas vaskuler. Pada kasus tersebut kadar hematokrit dapat dipengaruhi baik pada pergantian volume tubuh secara dini atau oleh perdarahan.

INDEX ERITROSIT
ndeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritrosit. Istilah lain untuk indeks eritrosit adalah indeks kospouskuler. Indeks eritrosit terdiri atas : isi/volume atau ukuran eritrosit (MCV : mean corpuscular volume atau volume eritrosit rata-rata), berat (MCH : mean corpuscular hemoglobin atau hemoglobin eritrosit rata-rata), konsentrasi (MCHC : mean corpuscular hemoglobin concentration atau kadar hemoglobin eritrosit rata-rata), dan perbedaan ukuran (RDW : RBC distribution width atau luas distribusi eritrosit). Indeks eritrosit dipergunakan secara luas dalam mengklasifikasi anemia atau sebagai penunjang dalam membedakan berbagai macam anemia.Indeks eritrosit dapat ditetapkan dengan dua metode, yaitu manual dan elektronik (automatik) menggunakan hematology analyzer. Untuk dapat menghitung indeks eritrosit secara manual diperlukan data kadar hemoglobin, hematokrit/PCV dan hitung eritrosit.
Volume eritrosit rata-rata (VER) atau mean corpuscular volume (MCV)
MCV mengindikasikan ukuran eritrosit : mikrositik (ukuran kecil), normositik (ukuran normal), dan makrositik (ukuran besar). Nilai MCV diperoleh dengan mengalikan hematokrit 10 kali lalu membaginya dengan hitung eritrosit.
MCV = (hematokrit x 10) : hitung eritrosit

Nilai rujukan :
  • Dewasa : 80 - 100 fL (baca femtoliter)
  • Bayi baru lahir : 98 - 122 fL
  • Anak usia 1-3 tahun : 73 - 101 fL
  • Anak usia 4-5 tahun : 72 - 88 fL
  • Anak usia 6-10 tahun : 69 - 93 fL
Masalah klinis :
  • Penurunan nilai : anemia mikrositik, anemia defisiensi besi (ADB), malignansi, artritis reumatoid, hemoglobinopati (talasemia, anemia sel sabit, hemoglobin C), keracunan timbal, radiasi.
  • Peningkatan nilai : anemia makrositik, aplastik, hemolitik, pernisiosa; penyakit hati kronis; hipotiroidisme (miksedema); pengaruh obat (defisiensi vit B12, antikonvulsan, antimetabolik)
Hemoglobin eritrosit rata-rata (HER) atau mean corpuscular hemoglobin (MCH)
MCH mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa memperhatikan ukurannya. MCH diperoleh dengan mengalikan kadar Hb 10 kali, lalu membaginya dengan hitung eritrosit.
MCH = (hemoglobinx10) : hitung eritrosit
Nilai rujukan :
  • Dewasa : 26 - 34 pg (baca pikogram)
  • Bayi baru lahir : 33 - 41 pg
  • Anak usia 1-5 tahun : 23 - 31 pg
  • Anak usia 6-10 tahun : 22 - 34 pg
MCH dijumpai meningkat pada anemia makrositik-normokromik atau sferositosis, dan menurun pada anemia mikrositik-normokromik atau anemia mikrositik-hipokromik.


Kadar hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER) atau mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC)
MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit. Penurunan nilai MCHC dijumpai pada anemia hipokromik, defisiensi zat besi serta talasemia. Nilai MCHC dihitung dari nilai MCH dan MCV atau dari hemoglobin dan hematokrit.
MCHC = ( MCH : MCV ) x 100 % atau MCHC = ( Hb : Hmt ) x 100 %
Nilai rujukan :
  • Dewasa : 32 - 36 %
  • Bayi baru lahir : 31 - 35 %
  • Anak usia 1.5 - 3 tahun : 26 - 34 %
  • Anak usia 5 - 10 tahun : 32 - 36 %
Luas distribusi eritrosit (RBCdistribution width)
RDW adalah perbedaan ukuran (luas) dari eritrosit. RDW adalah pengukuran luas kurva distribusi ukuran pada histogram. Nilai RDW dapat diketahui dari hasil pemeriksaan darah lengkap (full blood count, FBC) dengan hematology analyzer. Nilai RDW berguna untuk memperkirakan terjadinya anemia dini, sebelum nilai MCV berubah dan sebelum terjadi tanda dan gejala.Peningkatan nilai RDW dapat dijumpai pada : anemia defisiensi (zat besi, asam folat, vit B12), anemia hemolitik, anemia sel sabit.

MORFOLOGI ERITROSIT DAN KELAINANNYA
Eritrosit normal berbentuk bulat atau agak oval dengan diameter 7 – 8 mikron (normosit). Dilihat dari samping, eritrosit nampak seperti cakram atau bikonkaf dengan sentral akromia kira-kira 1/3 – ½  diameter sel. Pada evaluasi sediaan darah apus maka yang perlu diperhatiakan adalah 4S yaitu size (ukuran), shape (bentuk), warna (staining) dan struktur intraselluler.
 
Kelainan Ukuran Eritrosit  
a.       Mikrosit
Diameter < 7 mikron, biasa disertai dengan warna pucat (hipokromia). Pada  pemeriksaan sel darah lengkap didapatkan MCV yang rendah. Ditemukan pada
-          Anemia defesiensi besi
-          Keracunan tembaga
-          Anemia sideroblasik
-          Hemosiderosis pulmoner idiopatik
-          Anemia akibat penyakit kronik
b.      Makrosit
Diameter rata-rata > 8 mikron. MCV lebih dari normal dan MCH biasanya tidak berubah. Ditemukan pada:
-          Anemia megaloblastik
-          Anemia aplastik/hipoplastik
-          Hipotiroidisme
-          Malnutrisi
-          Anemia pernisiosa
-          Leukimia
-          Kehamilan
Anisositosis adalah suatu keadaan dimana ukuran diameter eritrosit yang terdapat di dalam suatu sediaan apus berbeda-beda (bervariasi).
 
Variasi Kelainan Warna Eritrosit
Sebagai patokan untuk melihat warna erotrosit adalah sentral akromia. Eritrosit yang mengambil warna normal disebut normokromia.
Hipokromia dalah suatu keadaan dimana konsentrasi Hb kurang dari  normal sehingga sentral akromia melebar  (>1/2 sel). Pada hipokromia yang berat lingkaran tepi sel sangat tipis disebut dengan eritrosit berbentuk cincin     (anulosit). hipokromia sering menyertai krositosis. Ditemukan pada:
-          Anemia defesiensi fe
-          Anemia sideroblasti
-          Penyakit menahun(mis. Gagal gunjal kronik)
-          Talasemia
-          Hb-pati (C dan E)
Hiperkromik adalah eritrosit yang tampak lebih merah/gelap dari warna normal. Keadaan ini kurang mempunyai arti penting karena dapat disebabkan oleh penebalan membrane sel dan bukan karena naiknya Hb (oversaturation). Kejenuhan Hb yang berlebihan tidak dapat terjadi pada eritrosit normal sehingga true hypercromia tidak dapat terbentuk.
Polikromasia adalah keadaan dimana terdapat bebrapa warna di dalam sebuah lapangan sediaan apus. Misalnya ditemukan basofilik dan asidofilik dengan kwantum berbeda –beda   karena ada penambahan retikulosit dan defek maturasi eritrosit. Dapat ditemukan pada keadaan eritropoesis yang aktif misalnya anemia pasca perdarahan dan anemia hemolitik. Juga dapat ditemukan pada gangguan eritropoesis seperti mielosklerosis dan hemopoesis ekstrameduler.
 
Variasi Kelainan Bentuk Eritrosit
 a.       Poikilositosis
Disebut poikilositosis apabila pada suatu sediaan apus ditemukan    bermacam-macam variasi bentuk eritrosit. Ditemukan pada:
-          Anemia yang berat disertai regenerasi aktif eritrosit atau hemopoesis ekstrameduler
-          Eritropoesis abnormal (anemia megaloblastik, leukemia, mielosklerosis,dll)
-          Dekstruksi eritrosit di dalam pembuluh darah (anemia hemolitik)
b.      Sferosit
Eritrosit tidak berbentuk bikonkaf tetapi bentuknya sferik dengan tebal 3 mikron atau lebih. Diameter biasanya kurang dari 6.5 mikron dan kelihatan l;ebih hiperkromik daqn tidak mempunyai sentral akromia. Ditemukan pada:
-          Sferositosis herediter
-          Luka bakar
-          Anemia hemolitik
c.       Elliptosis (Ovalosit)
Bentuk sangat bervariasi seperti oval, pensil dan cerutu dengan konsentrasi Hb umumnya tidak menunjukkan hipokromik. Hb berkumpil pada kedua kutub sel. Ditemukan pada:
-          Elliptositosis herediter ( 90 – 95% eritrosit berbentuk ellips)
-          Anemia megaloblastik dan anemia hipokromik (gambaran elliptosit tidak > 10 %)
-          Elliptositosis dapat menyolok pada mielosklerosis
d.      Sel Target (Mexican Het cell, bull’s eye cell)
Eritrosit berbentuk tipis atau ketebalan kurang dari normal dengan bentuk target di tengah (target like appearance). Ratio permukaan/volume sel akan meningkat, ditemukan pada:
-          Talasemia
-          Penyakit hati kronik
-          Hb-pati
-          Pasca splenektomi
e.       Stomatosit
Sentral akromia eritrosit tidak berbentuk lingkaran tetapi memanjang seperti celah bibir mulut. Jumlahnya biasanya sedikit apabila jumlahnya banyak disebut stomatositosis. Ditemukan pada:
-          Stomasitosis herediter
-          Keracunan timah
-          Alkoholisme akut
-          Penyakit hati menahun
-          Talasemia
-          Anemia hemolitik
f.       Sel Sabit (sickle cell; drepanocyte; cresent cell; menyscocyte)
Eritrosit berbentuk bulan sabit atau arit . Kadang-kadang bervariasi berupa lanset huruf  “L”, “V”, atau “S” dan kedua ujungnya lancip. Terjadi oleh karena gangguan oksigenasi sel. Ditemukan pada penyakit-penyakit Hb-pati seperti Hb S dan lain-lain
g.      Sistosit ( fragmented cell; keratocytes)
Merupakan suatu pecahan eritrosit dengan berbagai macam bentuk. Ukurannya lebih kecil dari eritrosit normal. Bentuk fragmen   dapat bermacam-macam seperti helmet cell, triangular cell, dan sputnik cell. Ditemukan pada:
-          Anemia hemolitik
-          Purpura trombotik trombosistik
-          Kelainan katup jantung
-          Talasemia Major
-          Penyakit keganasan
-          Hipertensi maligna
-          Uremia
h.      Sel Spikel (sel bertaji)
Ada 2 jenis sel bertaji yaitu akantosit dan ekinosit
1.      Akantosit  (Spurr cell)  adalah eritrosit yang pada dinding   terdapat tonjolan–tonjolan sitoplasma yang berbentuk duri (runcing), disebut tidak merata dengan jumlah 5 – 10 buah, panjang dan besar tonjolan bervariasi, ditemukan pada:
-          Abetalipoproteinemia herediter
-          Pengaruh pengobatan heparin
-          ‘Pyruvate kinase deficiency’
-          Peny. Hati dengan anemia hemolitik
-          Pasca splenektomi
2.      Echynocyte (Burr cell, Crenated cell, sea-urchin cell) merupakan eritrosit dengan tonjolan duri yang lebih banyak ( 10 – 30 buah), berukuran   sama. Tersebar merata  pada pada permukaan sel. Ditemukan pada:
-          Penyakit ginjal menahun (uremia)
-          Karsinoma lambung
-          Artefak waktu preparasi
-          Hepatitis
-          ‘Bleeding peptic ulcer’
-          ‘Pyruvate kinase deficiency’
-          Sirosis hepatic
-          Anemia hemolitik
i.        Tear Drop cell
Eritrosit memperlihatkan tonjolan plasma yang mirip ekor sehingga seperti  tetes    air mata atau buah pir. Ditemukan pada:
-          Anemia megaloblastik
-          Myelofibrosis
-          Hemopoesis ekstramedullar
-          Kadang-kadang pada talasemia
j.        Sel krenasi
Eritrosit memperlihatkan tonjolan-tonjolan tumpul di seluruh permukaan sel. Letaknya tidak beraturan, ditemukan pada hemolisis   intravaskuler.
k.      Kristal Hemoglobin C
Bentuk kristal tetragonal. Ditemulan    pada penderita hemoglobin C yang telah di Splenektomi
Kelainan Intra Sellular Eritrosit
 a.       Stipling basofilik
Pada eritrosit terdapat bintik-bintik granula yang halus atau kasar, berwarna biru, multiple dan difus. Ditemukan pada:
- keracunan timah
- Anemia megaloblastik
- ‘Myelodisplastik syndrom’(MDS)
- Talasemia minor
- ’Unstable hemoglobin   disease’
b.      Benda Papenheimer
Eritrosit dengan granula kasar, dengan diameter ± 2 mikron yang mengandung Fe, feritin, berwarna biru oleh karena memberikan reaksi Prusian blue positif. Eritrosit yang mengandung benda inklusi disebut siderosit dan bila ditemukan > 10% dalam sediaan hapus, petanda adanya gangguan sintesa hemoglobin. Ditemukan pada:
- Anemia Sideroblastik
- Pasca splenektomi
- Beberapa anemia hemolitik
c.       Benda Howell-Jolly
Merupakan sisa pecahan inti eritrosit , diameter pecahan rat-rata 1 mikron, berwarna ungu kehitaman, biasanya tunggal. Ditemukan pada:
- Pasca splenektomi
- Anemia hemolitik
- Anemia megaloblastik
- Kelainan   metabolisme hemoglobin
- Steatorrhoe
- Osteomyelodisplasia
- Talasemia
d.      Cincin Cabot (“cabot Ring”)
Merupakan sisa dari membrane inti, warna biru keunguan, bentuk cincin angka ‘8’. Terdapat dalam sitoplasma. Ditemukan pada:
- Talasemia
- Anemia pernisiosa
- Anemia hemolitik
- Keracunan timah
- Pasca splenektomi
- Anemia megaloblastik
e.       Benda Heinz
Hasil denaturasi hemoglobin yang berubah sifat. Tidak jelas terlihat dengan pewarnaan Wright’s, tetapi dengan pengecatan  kristal violet seperti benda-benda kecil tidak teratur berwarna dalam eritrosit. Ditemukan pada:
-  G-6-PD defesiensi
-  Anemia hemolitik karena obat
-  Pasca splenektomi
-  Talasemia
-  Panyakit Hb Kohn Hamme
f. Eritrosit berinti  (“Nucleated red cell”)
Eritrosit muda bentuk metarubrisit. Adanya inti darah tepi disebut “normoblastemia”. Ditemukan pada:
-  Perdarahan mendadak dengan sumsum tulang meningkat
-  Penyakit hemolitik pada anak
-  Kelemahan jantung kongestif
-  Anemia megaloblastik
-  Metastase karsinoma pada tulang
-  Leuko-eritroblastik anemia
-  Leukemia
-  Anemia megaloblastik
-  Hipoksia
-  Aspeni
g. Polikromatofilik
Eritrosit muda yang mengambil zat warna asam dan basa karena RNA, ribosom dan hemoglobin. Bila diwarnai dengan pulasan supravital sel ini retikulosit.
h. Rouleaux formation
- Suatu eritrosit yang kelihatn tersusun  seperti mata uang logam, oleh karena    peninggian kadar hemoglobin yang normal, karena artefak.
- Harus dibedakan   dari aglutinasi yang dijumpai pada AIHA
- Ditemukan pada: Multiple mieloma, makroglobulonemia.
Apa yang dimaksud dengan Laju Endap Darah / LED /Erythrocyte Sedimentation Rate / ESR ?
Laju Endap Darah (LED) atau dalam bahasa Inggrisnya Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah untuk mengetahui tingkat peradangan dalam tubuh seseorang. Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan darah kita ke dalam tabung khusus LED dalam posisi tegak lurus selama satu jam. Sel darah merah akan mengendap ke dasar tabung sementara plasma darah akan mengambang di permukaan. Kecepatan pengendapan sel darah merah inilah yang disebut LED. Atau dapat dikatakan makin banyak sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi Laju Endap Darah (LED)-nya.
Dasar teori
Di dalam tubuh, suspensi sel-sel darah merah akan merata di seluruh plasma sebagai akibat pergerakan darah. Akan tetapi jika darah ditempatkan dalam tabung khusus yang sebelumnya diberi antikoagulan dan dibiarkan 1 jam, sel darah akan mengendap dibagian bawah tabung karena pengaruh gravitasi. Laju endap darah ( LED ) berfungsi untuk mengukur kecepatan pengendapan darah merah di dalam plasma ( mm/jam ).
Tinggi ringannya nilai pada Laju Endap Darah (LED) memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Namun ternyata orang yang anemia, dalam kehamilan dan para lansia pun memiliki nilai Laju Endap Darah yang tinggi. Jadi orang normal pun bisa memiliki Laju Endap Darah tinggi, dan sebaliknya bila Laju Endap Darah normalpun belum tentu tidak ada masalah. Jadi pemeriksaan Laju Endap Darah masih termasuk pemeriksaan penunjang, yang mendukung pemeriksaan fisik dan anamnesis dari sang dokter.

Namun biasanya dokter langsung akan melakukan pemeriksaan tambahan lain, bila nilai Laju Endap Darah di atas normal. Sehinggai mereka tahu apa yang mengakibatkan nilai Laju Endap Darahnya tinggi. Selain untuk pemeriksaan rutin, Laju Endap Darah pun bisa dipergunakan untuk mengecek perkembangan dari suatu penyakit yang dirawat. Bila Laju Endap Darah makin menurun berarti perawatan berlangsung cukup baik, dalam arti lain pengobatan yang diberikan bekerja dengan baik.
Standar Laju Endap Darah / LED
Proses pengendapan darah terjadi dalam 3 tahap yaitu tahap pembentukan rouleaux – sel darah merah berkumpul membentuk kolom, tahap pengendapan dan tahap pemadatan. Di laboratorium cara untuk memeriksa Laju Endap Darah (LED) yang sering dipakai adalah cara Wintrobe dan cara Westergren. Pada cara Wintrobe nilai rujukan untuk wanita 0 — 20 mm/jam dan untuk pria 0 — 10 mm/jam, sedang pada cara Westergren nilai rujukan untuk wanita 0 — 15 mm/jam dan untuk pria 0 — 10 mm/jam.
Hasil pemeriksaan LED dengan menggunakan kedua metode tersebut sebenarnya tidak seberapa selisihnya jika nilai LED masih dalam batas normal. Tetapi jika nilai LED meningkat, maka hasil pemeriksaan dengan metode Wintrobe kurang menyakinkan. Dengan metode Westergren bisa didapat nilai yang lebih tinggi, hal itu disebabkan panjang pipet Westergren yang dua kali panjang pipet Wintrobe. Kenyataan inilah yang menyebabkan para klinisi lebih menyukai metode Westergren daribada metode Wintrobe. Selain itu, International Commitee for Standardization in Hematology (ICSH) merekomendasikan untuk menggunakan metode Westergreen.

Variasi hasil Laju endap Darah / LED/ CSR
Pada orang yang lebih tua nilai Laju Endap Darah juga lebih tinggi.
Dewasa (Metode Westergren):
•    Pria <  50 tahun      =  kurang dari 15 mm/jam
•    Pria >  50 tahun      =  kurang dari 20 mm/jam
•    Wanita < 50 tahun  =  kurang dari 20 mm/jam
•    Wanita > 50 tahun  =  kurang dari  30 mm/jam

Anak-anak (Metode Westergren):
•    Baru lahir                                 = 0 – 2 mm/jam
•    Baru lahir sampai masa puber  = 3 – 13 mm/jam

Faktor-faktor yang mempengaruhi Laju Endap Darah / LED
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Laju Endap Darah (LED) adalah faktor eritrosit, faktor plasma dan faktor teknik.
LED dapat meningkat karena :
Faktor Eritrosit
•    Jumlah eritrosit kurang dari normal
•    Ukuran eritrosit yang lebih besar dari ukuran normal, sehingga lebih mudah/cepat membentuk rouleaux → LED ↑.
Faktor Plasma
•    Peningkatan kadar fibrinogen dalam darah akan mempercepat pembentukan rouleaux→ LED ↑.
•    Peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih) → biasanya terjadi pada proses infeksi akut maupun kronis
Faktor Teknik Pemeriksaan
•    Tabung pemeriksaan digoyang/bergetar akan mempercepat pengendapan → LED ↑.
•    Suhu saat pemeriksaan lebih tinggi dari suhu ideal (>20̊ C) akan mempercepat pengendapan→ LED ↑.

LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi/peradangan akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan).
Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. Laju Endap Darah (LED) yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan Laju Endap Darah (LED) dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan Laju Endap Darah (LED) yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.
Selain pada keadaan patologik, Laju Endap Darah (LED) yang cepat juga dapat dijumpai pada keadaan-keadaan fisiologik seperti pada waktu haid, kehamilan setelah bulan ketiga dan pada orang tua.

Catatan : Pengukuran Laju Endap Darah / LED /Erythrocyte Sedimentation Rate / ESR berguna dalam mendeteksi dan memantau penyakit auto-immune seperti systemic lupus erythematosus/ SLE, dan rheumatoid arthritis,serta penyakit ginjal kronis. Pada penyakit-penyakit tersebut nilai Laju Endap Darah / LED /Erythrocyte Sedimentation Rate / ESR dapat melampaui 100 mm/jam
Hasil Laju Endap Darah/LED/ ESR yang tinggi juga dapat terjadi karena :
•    Anemia
•    Kanker seperti  lymphoma atau multiple myeloma
•    Kehamilan
•    Penyakit Thyroid
•    Diabetes
•    Penyakit  jantung

Terapi untuk penderita Laju Endap Darah / LED / ESR tinggi :
1. Menjadi vegetarian hanya makan sayuran saja
2. Kurangi penggunaan minyak dan lemak.
Biasanya dalam 2 sampai 3 bulan LED sudah normal kembali.
3. Terapi akupuntur


Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi adalah untuk menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit, trombosit dan mencari adanya parasit seperti malaria, microfilaria dan lain sebagainya. Bahan pemeriksaan yang digunakan biasanya adalah darah kapiler tanpa antikoagulan atau darah vena dengan antikoagulan EDTA dengan perbandingan 1 mg/ cc darah.
Ciri sediaan apus darah tepi yang baik adalah:
  1. Sediaan tidak melebar sampai tepi kaca objek, panjangnya1/2 sampai 2/3  panjang kaca. 
  2. Mempunyai bagian yang cukup tipis untuk diperiksa, pada bagian itu eritrosit tersebar rata berdekatan dan tidak saling bertumpukan. 
  3. Pinggir sediaan rata, tidak berlubang-lubang atau bergaris-garis. 
  4. Penyebaran leukosit yang baik tidak berkumpul pada pinggir atau ujung sedimen.
Teknik pemeriksaan apus darah tepi adalah sebagai berikut:
Sediaan apus darah tepi terdiri atas bagian kepala dan bagian ekor. Pada bagian kepala sel-sel bertumpuk-tumpuk terutama eritrosit, sehingga bagian ini tidak dapat dipakai untuk pemeriksaan morfologi sel. Eritrosit sebaiknya diperiksa di bagian belakang ekor, karena disini eritrosit terpisah satu sama lain
emeriksaan darah rutin meliputi 6 jenis pemeriksaan; yaitu
  1. Hemoglobin / Haemoglobin (Hb)
  2. Hematokrit (Ht)
  3. Leukosit: hitung leukosit (leukocyte count) dan hitung jenis (differential count)
  4. Hitung trombosit / platelet count
  5. Laju endap darah (LED) / erythrocyte sedimentation rate (ESR)
  6. Hitung eritrosit (di beberapa instansi)
Hemoglobin (Hb)
Nilai normal dewasa pria 13.5-18.0 gram/dL, wanita 12-16 gram/dL, wanita hamil 10-15 gram/dL
Nilai normal anak 11-16 gram/dL, batita 9-15 gram/dL, bayi 10-17 gram/dL, neonatus 14-27 gram/dL
  • Hb rendah (<10 gram/dL) biasanya dikaitkan dengan anemia defisiensi besi. Sebab lainnya dari rendahnya Hb antara lain pendarahan berat, hemolisis, leukemia leukemik, lupus eritematosus sistemik, dan diet vegetarian ketat (vegan). Dari obat-obatan: obat antikanker, asam asetilsalisilat, rifampisin, primakuin, dan sulfonamid. Ambang bahaya adalah Hb < 5 gram/dL.
  • Hb tinggi (>18 gram/dL) berkaitan dengan luka bakar, gagal jantung, COPD (bronkitis kronik dengan cor pulmonale), dehidrasi / diare, eritrositosis, polisitemia vera, dan pada penduduk pegunungan tinggi yang normal. Dari obat-obatan: metildopa dan gentamisin.
Hematokrit
Nilai normal dewasa pria 40-54%, wanita 37-47%, wanita hamil 30-46%
Nilai normal anak 31-45%, batita 35-44%, bayi 29-54%, neonatus 40-68%
Hematokrit merupakan persentase konsentrasi eritrosit dalam plasma darah. Secara kasar, hematokrit biasanya sama dengan tiga kali hemoglobin.
  • Ht tinggi (> 55 %) dapat ditemukan pada berbagai kasus yang menyebabkan kenaikan Hb; antara lain penyakit Addison, luka bakar, dehidrasi / diare, diabetes melitus, dan polisitemia. Ambang bahaya adalah Ht >60%.
  • Ht rendah (< 30 %) dapat ditemukan pada anemia, sirosis hati, gagal jantung, perlemakan hati, hemolisis, pneumonia, dan overhidrasi. Ambang bahaya adalah Ht <15%.
Leukosit (Hitung total)
Nilai normal 4500-10000 sel/mm3
Neonatus 9000-30000 sel/mm3, Bayi sampai balita rata-rata 5700-18000 sel/mm3, Anak 10 tahun 4500-13500/mm3, ibu hamil rata-rata 6000-17000 sel/mm3, postpartum 9700-25700 sel/mm3
Segala macam infeksi menyebabkan leukosit naik; baik infeksi bakteri, virus, parasit, dan sebagainya. Kondisi lain yang dapat menyebabkan leukositosis yaitu:
  • Anemia hemolitik
  • Sirosis hati dengan nekrosis
  • Stres emosional dan fisik (termasuk trauma dan habis berolahraga)
  • Keracunan berbagai macam zat
  • Obat: allopurinol, atropin sulfat, barbiturat, eritromisin, streptomisin, dan sulfonamid.
Leukosit rendah (disebut juga leukopenia) dapat disebabkan oleh agranulositosis, anemia aplastik, AIDS, infeksi atau sepsis hebat, infeksi virus (misalnya dengue), keracunan kimiawi, dan postkemoterapi. Penyebab dari segi obat antara lain antiepilepsi, sulfonamid, kina, kloramfenikol, diuretik, arsenik (terapi leishmaniasis), dan beberapa antibiotik lainnya.
Leukosit (hitung jenis)
Nilai normal hitung jenis
  • Basofil 0-1% (absolut 20-100 sel/mm3)
  • Eosinofil 1-3% (absolut 50-300 sel/mm3)
  • Netrofil batang 3-5% (absolut 150-500 sel/mm3)
  • Netrofil segmen 50-70% (absolut 2500-7000 sel/mm3)
  • Limfosit 25-35% (absolut 1750-3500 sel/mm3)
  • Monosit 4-6% (absolut 200-600 sel/mm3)
Penilaian hitung jenis tunggal jarang memberi nilai diagnostik, kecuali untuk penyakit alergi di mana eosinofil sering ditemukan meningkat.
  • Peningkatan jumlah netrofil (baik batang maupun segmen) relatif dibanding limfosit dan monosit dikenal juga dengan sebutan shift to the left. Infeksi yang disertai shift to the left biasanya merupakan infeksi bakteri dan malaria. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the left antara lain asma dan penyakit-penyakit alergi lainnya, luka bakar, anemia perniciosa, keracunan merkuri (raksa), dan polisitemia vera.
  • Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit relatif dibanding netrofil disebut shift to the right. Infeksi yang disertai shift to the right biasanya merupakan infeksi virus. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the right antara lain keracunan timbal, fenitoin, dan aspirin.
Trombosit
Nilai normal dewasa 150.000-400.000 sel/mm3, anak 150.000-450.000 sel/mm3.
  • Penurunan trombosit (trombositopenia) dapat ditemukan pada demam berdarah dengue, anemia, luka bakar, malaria, dan sepsis. Nilai ambang bahaya pada <30.000 sel/mm3.
  • Peningkatan trombosit (trombositosis) dapat ditemukan pada penyakit keganasan, sirosis, polisitemia, ibu hamil, habis berolahraga, penyakit imunologis, pemakaian kontrasepsi oral, dan penyakit jantung. Biasanya trombositosis tidak berbahaya, kecuali jika >1.000.000 sel/mm3.
Laju endap darah
Nilai normal dewasa pria <15 mm/jam pertama, wanita <20 mm/jam pertama
Nilai normal lansia pria <20 mm/jam pertama, wanita <30-40 mm/jam pertama
Nilai normal wanita hamil 18-70 mm/jam pertama
Nilai normal anak <10 mm/jam pertama
  • LED yang meningkat menandakan adanya infeksi atau inflamasi, penyakit imunologis, gangguan nyeri, anemia hemolitik, dan penyakit keganasan.
  • LED yang sangat rendah menandakan gagal jantung dan poikilositosis.
Hitung eritrosit
Nilai normal dewasa wanita 4.0-5.5 juta sel/mm3, pria 4.5-6.2 juta sel/mm3.
Nilai normal bayi 3.8-6.1 juta sel/mm3, anak 3.6-4.8 juta sel/mm3.
  • Peningkatan jumlah eritrosit ditemukan pada dehidrasi berat, diare, luka bakar, perdarahan berat, setelah beraktivitas berat, polisitemia, anemia sickle cell.
  • Penurunan jumlah eritrosit ditemukan pada berbagai jenis anemia, kehamilan, penurunan fungsi sumsum tulang, malaria, mieloma multipel, lupus, konsumsi obat (kloramfenikol, parasetamol, metildopa, tetrasiklin, INH, asam mefenamat)

Template by:

Free Blog Templates