Planaria merupakan hewan invertebrata, termasuk cacing pipih yang hidupnya
bebas di alam, umumnya hidup di air tawar,sungai, danau atau di laut. Cacing
ini merupakan anggota dari kelas Turbellaria (Soemadji, 1994/1995). Dalam
penelitian ini yang akan diteliti adalah cacing Planaria dari kelas Turbellaria
yang ada di sungai Semirang Kabupaten Semarang.
Menurut Borradile (1963) bahwa Planaria (Euplanaria sp) mempunyai
relung ekologi di perairan yang mengalir, jernih airnya, serta terlindung oleh
pepohonan. Planaria hidup berenang bebas di dalam air dan melekat pada suatu
objek menggunakan mucus dalam keadaan pasif. Gerakan Planaria meluncur dengan
ujung anterior ke arah depan. Planaria memakan hewan-hewan kecil, dan bila kelaparan
aktif mencari makan dengan berenang bebas didalam air. Planaria berkembang biak
secara aseksual dan seksual. Planaria yang sudah dewasa mempunyai sistem
reproduksi jantan dan betina atau bersifat monoceus (hermaprodit).
Perkembangbiakan Planaria secara aseksual terjadi dengan pembelahan secara
transfersal yaitu mengalami penyempitan dan konstriksi di belakang faring
kemudian membelah diri, masing-masing potongan melengkapi bagian tubuhnya
menjadi individu-individu baru (Alexander, 1986).
Salah satu tempat hidup Planaria yang mudah dijumpai adalah sungai Semirang
Kabupaten Semarang. Sungai Semirang terdapat di daerah pegunungan Ungaran.
Planaria hanya di jumpai di beberapa tempat tertentu saja, dan tidak dapat
dijumpai di sepanjang sungai Semirang, Planaria di jumpai di daerah aliran
sungai yang terlindung oleh tanaman, biasanya pada area di tepi sungai
(riparian). Meskipun begitu, tidak di semua tempat terlindung dapat di temukan
Planaria. Dalam observasi pendahuluan diketahui bahwa Planaria banyak di
temukan dialiran sungai yang banyak di tumbuhi tanaman riparian dan substrat
dasar sungai berupa batu-batuan.
Planaria hidup bebas di perairan yang dingin, jernih dan mengalir dengan
arus yang tidak deras dan terlindung oleh sinar matahari. Gerakan Planaria
merupakan gerakan otot-otot sirkuler dan otot-otot dorso ventral dengan
memanjangkan tubuhnya. Planaria dapat memperbanyak diri baik secara monogami
maupun secara amphigoni.
MORFOLOGI dan KLASIFIKASI
CACING PLANARIA
Struktur Planaria tubuhnya pipih, memanjang dan lunak, berukuran kira-kira
15mm (5-25mm) panjang, bagian anterior (kepala) berbentuk segitiga tumpul, dan
meruncing kearah belakang, dan berpigmen yang gelap. Planaria menghindari
cahaya yang kuat dan pada siang hari.
Planaria merupakan salah
satu cacing pipih yang hidup bebas, kebanyakan hidup di dalam air tawar atau
air laut, atau tempat yang lembab di daratan (Santoso,1994). Klasifikasi
Planaria menurut Barnes (1987) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Philum : Platyhelminthes
Kelas : Turbellaria
Ordo : Tricladida
Familia : Paludicola
Genus : Euplanaria
Spesies : Euplanaria sp
Planaria merupakan cacing pipih, yang hidup bebas di perairan yang jernih
dengan ukuran tubuhnya yang kecil (Soemadji,1994/1995). Planaria tubuhnya selain
pipih juga lonjong, dan lunak dengan panjang tubuh kira-kira antara 0,5-75mm.
Bagian anterior (kepala) berbentuk segi tiga memiliki dua buah bintik mata
Bintik mata Planaria hanya berfungsi untuk membedakan intensitas cahaya dan
belum merupakan alat penglihatan yang dapat menghasilkan bayangan
(Soemadji,1994).
Planaria tubuhnya pipih, lonjong dan lunak dengan panjang tubuh kira-kira
antara 5-25 mm. Bagian anterior (kepala) berbentuk segitiga tumpul, berpigmen
gelap kearah belakang, mempunyai 2 titik mata di mid dorsal. Titik mata hanya
berfungsi untuk membedakan intensitas cahaya dan belum merupakan alat penglihat
yang dapat menghasilkan bayangan (Soemadji, 1994/1995).
Lubang mulut berada di ventral tubuh agak kearah ekor, berhubungan dengan
pharink (proboscis) berbentuk tubuler dengan dinding berotot, dapat ditarik dan
dijulurkan untuk menangkap makanan. Di bagian kepala, yaitu bagian samping
kanan dan kiri terdapat tonjolan menyerupai telinga disebut aurikel. Tepat di
bawah bagian kepala terdapat tubuh menyempit, menghubungkan bagian badan dan
bagian kepala, disebut bagian leher. Di sepanjang tubuh bagian ventral
diketemukan zona adesif. Zona adesif menghasilkan lendir liat yang berfungsi
untuk melekatkan tubuh planaria ke permukaan benda yang ditempelinya. Di
permukaan ventral tubuh planaria ditutupi oleh rambut-rambut getar halus,
berfungsi dalam pergerakan (Jasin, 1984).
ANATOMI CACING PLANARIA
Reproduksi merupakan proses pembentukan individu baru. Cacing
Planaria yang sudah mencapai dewasa, mempunyai sistem reproduksi jantan dan
betina, jadi bersifat monoecous (hermaprodit). Testis dan ovarium Planaria
berkembang dari sel-sel formatif dari parenchym. Perkembangbiakan Planaria
secara aseksual terjadi dengan pembelahan arah transversal. Seekor cacing
Planaria dapat mengalami kontriksi (penyempitan) biasanya di belakang faring,
kemudian membelah dan masing-masing potongan melengkapi bagian tubuhnya menjadi
individu-individu baru. Reproduksi secara seksual, dua Planaria saling melekat
pada sisi ventral-posterior tubuhnya dan terjadi kopulasi, penis masing-masing
dimasukkan kedalam atrium genitalis. Sperma dari vesikula seminalis pada sistem
reproduksi jantan masing-masing masuk ke seminal reseptacle cacing pasangannya,
saling bertukaran produk sex antara dua individu yang berbeda di sebut cross
fertilisasi, dan transfer langsung sperma dari jantan ke organ kelamin betina
di sebut fertilisasi internal. Setelah perkawinan selesai, 2 cacing tersebut
memisah, dan sperma mengadakan migrasi di dalam oviduck, untuk membuahi
telur-telur. Beberapa zygot dan banyak sel-sel yolk kemudian bersatu didalam
kapsul yang terpisah (di dalam kulit telur, di buat oleh dinding atrium
kemudian keluar). Perkembangan secara langsung tidak ada stadium larva.
Perkembangan planaria secara aseksual di alam, dilakukan selain bulan
februari-maret. Kondisi lingkungan selain bulan tersebut, planaria sudah dewasa
/ maksimum dalam beregenerasi, sehingga planaria mengalami kontriksi atau
penyempitan di belakang faring, terjadinya kontriksi karena sel-sel cuboid yang
menutupi bagian luar permukaan tubuh, kemudian dengan adanya dorongan dari
otot-otot sirkuler dan longitudinal akan berkontraksi dan menimbulkan perubahan
bagian tubuh diantara epidermis dan tractus digestivus yang berguna untuk
membantu distribusi makanan dan pengeluaran sisa-sisa makanan terhambat dan
kemudian terjadi pembelahan (Radiopoetra,1990). Selain itu faktor abiotik yang
minimum membantu perkembangan planaria secara aseksual (Isnaini,2003).
Sistem reproduksi pada kebanyakan cacing pipih sangat berkembang dan
kompleks. Reproduksi aseksual dengan cara memotong tubuh di alami oleh
sebagian besar anggota Turbellaria air tawar. Pada umumnya cacing pipih
telurnya tidak mempunyai kuning telur, tetapi di lengkapi dengan “sel yolk
khusus” yang tertutup oleh cangkang telur. Reproduksi pada Planaria dapat di
lakukan dengan vegetatif secara membelah diri dan secara generatif dengan
perkawinan. Planaria ini merupakan hewan hermaprodit (monoceus)
tetapi tidak mampu melakukan pembuahan sendiri. Kedua alat kelamin ini
berkembang dari sel-sel formatif pada parenkhim (JICA,2001).
Planaria merupakan hewan yang menghindari cahaya kuat, dan di siang hari
beristirahat di dalam air berlindung pada suatu objek, berkelompok 6-20 ekor.
Cacing ini jarang bergerak dengan cara merayap tetapi dengan cara meluncur.
Cacing ini memakan crustacea kecil-kecil yang tertangkap oleh mucus yang di
sekresikan. Salah satu keunikan dari cacing ini adalah cara reproduksi
dimana cacing ini melakukan regenerasi dengan cara membelah diri. Jika
mendapat cukup makan, badan Planaria akan memanjang, kemudian di dekat bagian
posterior faring terjadi penyempitan dan meregang, sehingga akhirnya putus
(Sutikno,1994).
Regenerasi Planaria Reganerasi adalah kemampuan untuk memproduksi sel,
jaringan atau bagian tubuh yang rusak, hilang atau mati. Planaria
menunjukan daya regenerasi yang kuat, bila cacing tersebut mengalami luka baik
secara alami maupun secara buatan, bagian tubuh manapun yang mengalami
kerusakan akan diganti dengan yang baru. Individu cacing yang di
potong-potong akan menghasilkan cacing-cacing kecil yang utuh, Setiap
potongan dapat tumbuh kembali (regenerasi) menjadi individu-individu baru yang
lengkap bagian-bagiannya seperti induknya (Sutikno,1994 ).
Sepotong potongan membujur dari bagian samping akan beregenerasi dengan
normal, jika potongan itu tetap lurus. Jika potongan itu membengkok atau
melengkung, maka kepala akan tumbuh pada bagian samping dalam. Jika kepala
Planaria dibelah akan dapat terbentuk seekor Planaria yang berkepala dua,
kemudian jika pembelahan ini dilanjutkan ke posterior sampai terjadi dua buah
belahan, maka tiap belahan akan dapat tumbuh menjadi seekor cacing yang lengkap
bagian-bagiannya seperti induknya. Tahapan Regenerasi Planaria dimulai dengan
adanya neoblast yang akan tampak terhimpun pada permukaan luka bagian sebelah
bawah epithelium sehingga terbentuknya suatu blastema yang kemudian struktur
sel mengalami diferensiasi dalam pertumbuhan blastema dan dibawah kondisi yang
optimal mengalami regenerasi berpoliferasi 12 membentuk bagian-bagian yang
hilang. Tahapan regenerasinya sebagai berikut dediferensiasi
blastema-rediferensiasi (Radiopoetra,1990).
Suatu organisme dapat hidup, tumbuh dan berkembang biak serta menjaga
kelangsungan hidupnya hanya dalam batas-batas kisaran toleransi, dengan kondisi
faktor-faktor abiotik dan ketersediaan sumberdaya tertentu saja (Kramadibrata,
1996).
Kemampuan berkembangbiak menghasilkan individu baru yang hidup adalah
merupakan ciri dasar dari semua tanaman dan hewan-hewan (Hadikastowo, 1982).
Planaria berkembangbiak dengan cara seksual dan aseksual. Planaria yang sudah
dewasa mempunyai sistem reproduksi jantan dan betina, jadi bersifat monoecious
(hermafrodit). Testis dan ovarium berkembang dari sel-sel formatif. Reproduksi
seksual planaria dilakukan dengan cara dua planaria saling melekat pada sisi
ventral-posterior tubuhnya dan terjadi kopulasi (cross fertilisasi),
saling pertukaran produk seks antara dua planaria yang berbeda. Planaria
melakukan reproduksi seksual setiap tahun di bulan Februari-Maret. Setelah masa
reproduksi seksual, alat reproduksi mengalami degenerasi dan planaria kemudian
mengalami masa reproduksi aseksual (Kastawi, dkk. 2001).
Fragmentasi merupakan proses reproduksi aseksual pada planaria, dengan
membelah diri secara transversal, masing-masing belahan mengembangkan
bagian-bagian yang hilang dan berkembang menjadi satu organisme utuh. Meskipun
jumlah individu yang dihasilkan dengan reproduksi aseksual itu sangat besar,
tetapi proses ini mempunyai batasan yang serius, yaitu bahwa tiap turunan
identik dengan induknya (Barnes, dkk. 1999).
Kemampuan planaria mengembangkan bagian-bagian tubuh yang hilang, hingga
terbentuk planaria baru yang lengkap pada reproduksi aseksual, menyebabkan
planaria dikatakan mempunyai daya regenerasi yang tinggi. Apabila tubuhnya
disayat (dipotong), planaria akan segera memperbaiki bagian tubuhnya yang
dipotong dengan proses epimorfis yaitu perbaikan yang dilakukan dengan cara
proliferasi jaringan baru (blastema), di atas jaringan lama sehingga akan
terbentuk planaria baru yang sempurna. Fenomena ini menarik untuk diteliti,
khususnya mengenai pertumbuhan dan perkembangan planaria setelah dilakukan
regenerasi secara buatan, yaitu dengan memotong melintang planaria menjadi 2
dan 3 bagian. Pengamatan terhadap planaria yang dipotong ini dilakukan hingga
tumbuh kuncup pada bagian yang hilang dan berkembang menjadi planaria baru yang
lengkap.
Meskipun hidup di air planaria tidak berenang, tetapi bergerak dengan
cara meluncur dan merayap. Gerakan meluncur terjadi dengan bantuan silia yang
ada pada bagian ventral tubuhnya dan zat lendir yang dihasilkan oleh kelenjar
lendir dari bagian tepi tubuh. Zat lendir itu merupakan “jalur” yang akan
dilalui. Gerakan silia yang menyentuh jalur lendir menyebabkan hewan bergerak.
Selama berjalan meluncur, gelombang yang bersifat teratur tampak bergerak dari
kepala ke arah belakang. Pada gerak merayap, tubuh planaria memanjang sebagai
akibat dari kontraksi otot sirkular dan dorsoventral. Kemudian bagian depan
tubuh mencengkeram pada substrat dengan mukosa atau alat perekat khusus
2 komentar:
trims atas infonya.....
mantap
Posting Komentar